Tari Anak Gajah Sumatera yang Mati di TNTN Akibat Virus Elephant Endotheliotropic Herpesviruses

Kalista Lestari alias Tari anak Gajah Sumatera yang mati di camp Elephants Flying Squad SPTN Wilayah I Lubuk Kembang Bunga, Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Rabu (10/9/2025), ternyata akibat Virus Elephant Endotheliotropic Herpesviruses (EEHV), yang dikenal sangat mematikan bagi anak dan remaja gajah.

Tari Anak Gajah Sumatera yang Mati di TNTN Akibat Virus Elephant Endotheliotropic Herpesviruses
Kalista Lestari alias Tari anak Gajah Sumatera yang mati di camp Elephants Flying Squad SPTN Wilayah I Lubuk Kembang Bunga, Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Rabu (10/9/2025), ternyata akibat Virus Elephant Endotheliotropic Herpesviruses (EEHV), yang dikenal sangat mematikan bagi anak dan remaja gajah. FOTO: Balai TNTN

WARTASULUH.COM, PELALAWAN - Kalista Lestari alias Tari anak Gajah Sumatera yang mati di camp Elephants Flying Squad SPTN Wilayah I Lubuk Kembang Bunga, Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Rabu (10/9/2025), ternyata akibat Virus Elephant Endotheliotropic Herpesviruses (EEHV), yang dikenal sangat mematikan bagi anak dan remaja gajah.

Tari lahir di Camp Elephants Flying Squad TNTN, Lubuk Kembang Bunga, pada 31 Agustus 2023 dari induk gajah bernama Lisa. 

Kehadirannya sejak lahir mendapat perhatian besar, bukan hanya karena kelucuannya, tetapi juga karena Tari dipandang sebagai simbol harapan bagi masa depan konservasi gajah Sumatera yang kian terancam habitatnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan anak gajah berusia delapan tahun itu meninggal akibat serangan virus Elephant Endotheliotropic Herpesviruses (EEHV), yang dikenal sangat mematikan bagi anak dan remaja gajah.

Kepala Balai TNTN, Heru Sutmantoro, menjelaskan virus EEHV menyerang organ hati Tari dan berkembang sangat cepat. 

"Pengalaman kami di Aceh, virus ini dari mulai timbul gejala sampai gajah mati itu, hanya butuh waktu empat jam. Kami sudah berupaya maksimal dengan memberikan infus dan nutrisi, tetapi gajah tersebut tidak bisa bertahan," ujar Heru.

EEHV merupakan virus herpes yang dapat menyebabkan penyakit hemoragik parah dan seringkali fatal. 
Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan virus ini adalah kecepatan serangannya yang luar biasa. 
Gajah yang terinfeksi bisa menunjukkan gejala ringan seperti lesu atau hilangnya nafsu makan, namun kondisinya dapat memburuk drastis dalam hitungan jam.

Menurut Heru, hingga saat ini belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah penularan virus EEHV. 

"Yang jelas, sampai saat ini belum ada vaksin yang efektif yang bisa menghambat virus itu," tegasnya.

Menghadapi ancaman EEHV, Balai TNTN melakukan berbagai upaya pencegahan. 

Upaya utama yang dilakukan adalah menjaga sanitasi lingkungan gajah dan melakukan uji laboratorium segera jika ada gajah yang menunjukkan gejala sakit. Sampel seperti air liur dan darah akan diperiksa untuk mendeteksi virus sejak dini.

Namun, Heru mengakui adanya tantangan besar dalam upaya pencegahan ini. Berbeda dengan gajah di kebun binatang, gajah di Balai TNTN hidup dalam kondisi semi-liar di hutan.

"Gajah kita kan semi liar ya, jadi memang hidupnya di hutan. Itu yang agak susah kita mengkondisikan seperti di kebun binatang," jelas Heru.

Kunci utama dalam menghadapi serangan virus ini, menurut Heru, adalah daya tahan tubuh gajah. Untuk meningkatkan imunitas, Balai TNTN kini memberikan suplemen tambahan seperti vitamin dan mineral.

"Kalau memang ada virus itu, tapi memang tergantung daya tahan tubuh. Kalau daya tahan tubuh gajah kuat bisa menghadapi serangan virus itu. Cuma kalau lemah, bisa masuk," sebutnya.

Saat ini, tujuh ekor gajah di flying squad TNTN menjadi perhatian khusus, termasuk Domang yang masih anak-anak, serta gajah-gajah remaja seperti Imbo, Tesso, dan Harmoni. 

Gajah-gajah ini, yang usianya di bawah sepuluh tahun, sangat rentan terhadap virus EEHV. 

Kasus kematian Tari menjadi pengingat bagi semua pihak terkait akan bahaya EEHV yang terus mengintai populasi gajah Sumatera yang terancam punah. 

Berdasarkan data Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, dalam kurun 11 tahun terakhir tercatat 23 individu gajah Sumatera mati di kawasan TNTN. (kha)