Memahami 'Avoidant Style' yang Viral di Kalangan Gen Z, Ternyata Ini Pemicunya

Memahami 'Avoidant Style' yang Viral di Kalangan Gen Z, Ternyata Ini Pemicunya
Memahami 'Avoidant Style' yang Viral di Kalangan Gen Z, Foto: Attachment Project

WARTASULUH.COM- Istilah avoidant style sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Banyak Generasi Z mengaku memiliki kepribadian ini, bahkan menjadikannya alasan di balik perilaku 'dingin' dalam hubungan.

Tapi, sebenarnya apa sih arti avoidant style dan kenapa bisa muncul?

Sederhananya, avoidant style adalah gaya seseorang yang cenderung menghindari keterikatan emosional yang lebih dalam dan adanya perasaan tidak nyaman dengan kedekatan dalam hubungan.

Biasanya mereka akan terlihat mandiri dan kuat, namun sebenarnya ada ketakutan mendalam terhadap kedekatan yang dapat merusak hubungan yang sebenarnya memiliki potensi baik.

Apa Pemicu Avoidant Style?

Menurut psikolog klinis Maharani Octy Ningsih, biasanya memang berakar dari pengalaman traumatis dari hubungan sebelumnya atau juga pengalaman masa kecil mereka dimana kebutuhan emosinya tidak terpenuhi dengan baik.

"Pola avoidant sering terbentuk dari kombinasi antara tanggung jawab berlebih dan luka emosional yang tidak disadari Mereka merasakan tekanan untuk sempurna agar diterima atau dipuji," kata Rani dilansir dari  detikcom, Rabu (5/11/2025).

"Dalam konteks ini, sifat avoidant muncul sebagai mekanisme bertahan (survival mechanism), bukan sifat asli yang buruk. Kadang juga karena pengalaman ditolak, diabaikan, atau disalahkan waktu berusaha menunjukkan perasaan jadinya mereka memadamkan sisi itu demi bertahan." sambungnya.

Rani menambahkan bahwa kebiasaan ini dapat mengganggu sosial seseorang, seperti sulit meminta bantuan, merasa tidak nyaman saat menerima perhatian, hingga ingin menyelesaikan segalanya sendiri.

Dampak Positif dan Negatif

Ada beberapa sisi positif dari (avoidant attachment style), terutama kalau berkembang dalam kadar ringan.

"Misalnya kemandirian dan mampu mengandalkan diri sendiri, rasional dan tenang dalam tekanan, serta efisien dan fokus pada tugas karena emosi sering dianggap suatu distraksi. Jadi mereka punya kecenderungan kuat untuk tetap fokus dan menyelesaikan target," kata Rani.

Namun, ada juga sisi negatif yang ujungnya mempersulit mereka dalam melakukan aktivitas sosial.

"Sulitnya membangun kedekatan emosional, menutup diri dari kedekatan dengan seseorang, biasanya sering menghindar dari percakapan yang mendalam, mengalihkan topik ketika bicara tentang perasaan," kata Rani.

"Selain itu menolak dukungan dan kasih sayang. Mereka merasa tidak nyaman ketika diperhatikan atau ditolong karena bisa saja dianggap tanda kelemahan," tutupnya.