Siap-siap, Pertalite Bakal Dihapus

Siap-siap, Pertalite Bakal Dihapus
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (30/8/2023). (Foto: Website Pertamina)

WARTASULUH.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mengungkapkan tengah berencana untuk menghapus BBM Pertalite bersubsidi mulai tahun depan. Nantinya, bahan bakar bersubsidi itu akan diganti dengan Pertamax Green 92, tapi tetap mendapatkan subsidi dari pemerintah.

Rencana tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (30/8/2023).

Nicke menjelaskan, rencana penghapusan itu merupakan bagian dari program Langit Biru untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Pada program Langit Biru Tahap 1, Pertamina telah menaikkan produk BBM subsidi dari BBM RON 88 Premium menjadi RON 90 Pertalite. 

Seperti diketahui, BBM Premium telah resmi dihapus sejak 1 Januari 2023. “Jadi, di 2024, kita akan lanjutkan sesuai rencana program Langit Biru Tahap 2, di mana BBM bersubsidi kita naikkan dari RON 90 ke RON 92 (Pertamax) karena KLHK menyatakan oktan number yang boleh dijual di Indonesia minimum 90,” kata Nicke dalam rapat tersebut.

Namun, Nicke menjelaskan, Pertamina sekaligus akan mengubah Pertamax menjadi Pertamax Green 92. Meski dengan nilai oktan yang sama, produk yang akan diluncurkan itu lebih rendah emisi karena dicampur dengan bioetanol dari molases tebu.

Adapun Pertamax Green 92 itu dibuat dengan pencampuran antara BB RON Pertalite etanol 7 persen atau E7. “Jadi, mohon dukungannya, kami akan keluarkan lagi yang kita sebut sebagai Pertamax Green 92. Sebetulnya ini Pertalite kita campur dengan etanol sehingga naik oktannya,” kata dia.

Dengan demikian, Nicke menuturkan, pada 2024 Pertamina hanya akan memiliki tiga produk gasoline, yakni Pertamax Green 92, Pertamax Green 95 yang juga baru diluncurkan, serta Pertamax Turbo dengan RON 98. Adapun soal harga Pertamax Green 92, Nicke belum menjelaskan lebih lanjut. Namun, berkaca dari produk Pertamax Green 95 yang baru diluncurkan, harga yang ditetapkan cukup kompetitif dan termurah dibandingkan RON 95 dari SPBU lain.

“Kompetitor jual RON 95 juga, tapi RON 95 kami green, tentu ini posisi yang baik dan sangat kompetitif,” ujarnya.

Agar harga Pertamax green semakin kompetitif, Pertamina berharap pemerintah dapat menghapus aturan cukai etanol demi mendukung pengembangan bahan bakar ramah lingkungan dengan campuran etanol dari molases tebu.

Nicke menuturkan, Pertamina belum berpikir untuk mencari keuntungan dari penjualan Pertamax Green 95 yang telah dimulai di Surabaya dan Jakarta. Salah satunya karena terdapat cukai etanol. Sementara ini, Pertamina menetapkan harga termurah dari RON 95 milik kompetitor.

“Hari ini boleh dibilang kita belum berpikir tentang profit. Kenapa? Karena adanya penerapan bea cukai Rp 20 ribu (per liter) yang diterapkan karena (etanol) masih dianggap sebagai bagian dari alkohol,” kata Nicke.

Nicke melanjutkan, etanol yang digunakan Pertamina tentunya bukan untuk minuman alkohol yang dikenakan cukai Rp 20 ribu per liter.

Oleh karena itu, bila cukai etanol untuk bahan bakar dibebaskan, itu akan memberikan manfaat besar bagi Pertamina dalam mengembangkan bioenergi berbasis tebu. “Tentu kami memohon dukungan dari Komisi VII DPR untuk kita dapatkan pembebasan cukai supaya ini bisa didorong karena manfaatnya sangat besar,” ujarnya.

Seperti diketahui, aturan tarif cukai etil alkohol saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158 Tahun 2018 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Mengandung Etil Alkohol.

Selain meminta pembebasan cukai etanol, Nicke memohon agar pemerintah membebaskan pajak impor. Sebab, sejauh ini, sebagian etanol yang digunakan Pertamina dalam pencampuran BBM disuplai dari impor. Itu karena kemampuan produksi etanol dalam negeri yang belum mencukupi sepenuhnya.

“Untuk sementara ini, (etanol) belum penuhi produksi dalam negeri, kita minta ada pembebasan pajak impor,” katanya.

Ia mencatat, saat ini rata-rata kemampuan produksi etanol dalam negeri masih sekitar 30 ribu kiloliter (KL) per tahun. Produksi itu pun hanya dilakukan oleh PT Energi Agro Nusantara, anak usaha BUMN Perkebunan PT Perkebunan Nusantara (Persero).

Lantaran keterbatasan produksi etanol, Pertamina saat ini baru mampu menyediakan produk Pertamax Green 95 di Jakarta dan Surabaya yang menjadi tempat produksi etanol. “Jadi, kita mulai dulu dengan apa yang ada, infrastruktur yang ada,” ujarnya. (Ws)

Sumber : Republika.co.id