Apakah Slow Living Identik dengan Kehidupan Bermalas-Malasan?

Apakah Slow Living Identik dengan Kehidupan Bermalas-Malasan?
Salah satu cara engurangi stress adalah dengan hidup santai, perlambatan hidup alias slow living. FOTO: Instagram @slow_living_hotels

WARTASULUH.COM- Sosiolog dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Hery Wibowo, menilai suatu pemaknaan hidup secara penuh dapat dilakukan masyarakat dengan melakukan slow living yang diartikan dengan menata kembali kehidupan di sekelilingnya.

“Kehadiran gaya hidup slow living memberikan nasihat pada kita semua, khususnya yang sedang terjebak dalam kompetisi fast living,” katanya pada beberapa waktu lalu.

Slow living adalah kehidupan yang menekankan lebih sederhana, santai, dan lebih sadar akan waktu dan lingkungan sekitar.

Dari hal ini orang akan cenderung meninggalkan sikap ambisius.

Dengan begitu slow living adalah kebalikan dari fast living yang mendorong orang berlomba menjadi sukses dan nyaman secara cepat.

Selain itu selalu mengikuti tren yang tidak berujung sama sekali.

“Kehidupan seperti kompetisi berlari yang tidak berujung dan membuat pelarinya lelah terengah-engah,” terangnya.

Hery Wibowo mengemukakan orang yang menerapkan slow living tidak tergesa-gesa untuk terlihat sukses dan kaya.

Dia menikmati prosesnya sepanjang hidup.

“Tidak perlu berharap dicap sukses, namun berusahalah menjadi pejuang proses,” ucapnya.

Walaupun demikian, slow living bukan berarti tidak punya ambisi, tapi berupaya meraihnya secara hati-hati.

Slow living tidak hanya dapat dilakukan oleh orang kaya.

Pasalnya, kegiatan ini tidak selalu membutuhkan biaya besar seperti mengurangi penggunaan teknologi dan media sosial (medsos) untuk mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan mental. 

Pada kesempatan lain Pakar Pengobatan China, dr. Jenelle Kim, menyarankan masyarakat melakukan kegiatan yang membutuhkan lebih banyak perhatian ketimbang rutinitas sehari-hari seperti meditasi dan peregangan.

“Jalan-jalan santai atau peregangan bisa menjadi salah satu cara terbaik untuk mengatur ulang pikiran dan memulihkan pola pikir yang tenang dan rileks,” ucapnya

Slow living juga dapat dilakukan seseorang dengan mengolah dan menikmati makanan secara perlahan dengan kesadaran akan bahan makanan yang digunakannya.

“Orang-orang dapat memilih makanan utuh, sehat, dan bergizi yang baik untuk diri sendiri dan lingkungan,” tuturnya.

Selain itu memprioritaskan kebahagiaan dan kesejahteraan di atas segalanya. 

“Salah satu caranya mencatat bagaimana kita menghabiskan waktu dan energi,” ujar Jennele Kim.

Pada kesempatan lain, mentor spiritual, Alyse Bacine, menganjurkan duduk dan menulis hal-hal yang dilakukan setiap hari.

“Tanyakan pada diri kita apakah hal-hal itu berkontribusi pada kesejahteraan pribadi. Jika tidak, cobalah menggantinya dengan hal lain yang membuat kita lebih bahagia,” ucapnya.

Memang untuk melakukan perubahan perlu dirasakan sangat tidak nyaman. Jadi, ini perlu meluangkan waktu khusus untuk prosesnya.

“Orang yang menjalani slow living fokus untuk membuat satu perubahan pada satu waktu untuk mendapatkan dampak yang bermakna,” tuturnya

Direktur klinis Absolute Awakenings Amerika Serikat (AS), Candace Kotkin-De Carvalho, membantah slow living adalah kehidupan bermalas-malasam

“Slow living berarti menjalani hidup tanpa tergesa-gesa atau khawatir,” ucapnya.

Salah satu bentuk slow living ialah meluangkan waktu untuk menghargai momen-momen kecil.

Langkah ini dapat membantu kita terhindar dari kondisi yang memicu stres hingga kejenuhan dalam menjalani rutinitas. 

“Ini tentang menciptakan hubungan yang bermakna dengan orang-orang dan lingkungan di sekitar kita,” ucapnya.

Psikolog, Daniel Wysocki, mengutarakan slow living bisa membantu mencegah stres kronis, kejenuhan, hingga berbagai gangguan kesehatan mental. 

“Memasukkan gagasan slow living ke dalam hidup kita, itu berarti menyeimbangkan waktu kerja, kewajiban, rekreasi dan relaksasi,” ujarnya.