Baida Rani Rela Tinggalkan Kenyamanan Demi Cerdaskan Anak Bangsa di Pelosok Humbang Hasundutan
Baida Rani (30), rela meninggalkan kenyamanan demi mencerdaskan anak bangsa di daerah terpencil Humbang Hasundutan (Humbahas), tepatnya di Desa Parmonangan, Kecamatan Pakkat.

WARTASULUH.COM, HUMBAHAS - Baida Rani (30), rela meninggalkan kenyamanan demi mencerdaskan anak bangsa di daerah terpencil Humbang Hasundutan (Humbahas), tepatnya di Desa Parmonangan, Kecamatan Pakkat.
“Awalnya saya kaget, karena harus jauh dari suami dan keluarga dan fasilitas serba terbatas. Tapi ketika melihat semangat anak-anak untuk belajar, semua rasa lelah itu hilang,” ungkap Baida Rani, dikutip Wartasuluh.com dari laman Kemenag.go.id, Minggu (20/7/2025).
Perjuangan Baida Rani dimulai sejak lulus seleksi CPNS pada tahun 2024. Guru asal Aek Nabara Labuhan Batu itu sebelumnya mengajar di SMA dan SMK Swasta Tanjung Morawa.
Baida Rani awalnya tidak menyangka akan ditempatkan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Humbang Hasundutan, daerah pedalaman yang hanya bisa dijangkau dengan sepeda motor trail atau berjalan kaki puluhan menit.
Namun, bekerja di daerah terpencil tidak menyurutkan semangat wanita yang memiliki hobi membaca ini dan terinspirasi dengan dr Aisah Dahlan, seorang dokter yang menginspirasi banyak orang dengan berbagai tips psikologi dan neuparenting.
Kabut pagi masih menyelimuti jalanan berbatu yang basah dan berlumpur. Langkah kaki seorang perempuan muda mantap menapaki jalan sempit yang dikelilingi hutan lebat.
Dengan tas ransel di punggung dan senyum penuh semangat, Baida Rani berjalan menuju madrasah tempatnya mengabdi.
Akses jalan yang rusak parah, jaringan telekomunikasi yang nyaris tak ada, dan keterbatasan fasilitas sekolah bukanlah halangan bagi Baida Rani.
Justru itu menjadi cambuk untuk terus belajar, bertahan, dan memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak di pelosok negeri.
Madrasah tempat Baida Rani mengajar hanya memiliki ruang kelas sederhana. Sebagian siswa harus duduk berdesakan karena minimnya meja dan kursi.
Namun, antusiasme mereka untuk menuntut ilmu luar biasa. Tak jarang, mereka datang dengan berjalan kaki sejauh 3 hingga 5 kilometer setiap hari.
Baida Rani mengajar sebagai guru kelas. Di sela-sela kesibukan mengajar, ia juga membantu para guru senior menyusun program belajar tambahan bagi siswa yang tertinggal.
Tidak jarang, Baida Rani juga turun tangan dalam kegiatan sosial dan pembangunan lingkungan madrasah, mulai dari membersihkan halaman hingga membantu perbaikan ringan bangunan.
“Saya merasa inilah bentuk nyata dari pengabdian sebagai guru. Bukan hanya mengajar, tapi juga ikut membangun karakter dan semangat anak-anak di sini,” tambah Baida Rani.
Meski berada jauh dari keramaian kota, Baida Rani tidak merasa sendiri. Ia membentuk komunitas kecil bersama beberapa guru muda lainnya yang juga ditempatkan di daerah terpencil. Mereka saling menyemangati, berbagi materi ajar.
Kementerian Agama mengakui peran besar para guru CPNS seperti Baida Rani dalam mengangkat kualitas pendidikan di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Kepala Madrasah tempat Baida Rani mengajar, Ridawati Sinaga S.Pd menyampaikan rasa bangga dan terima kasih atas dedikasi para guru muda.
“Mereka adalah pahlawan sejati. Datang dengan hati, bekerja dengan ikhlas, dan memberi harapan bagi generasi penerus bangsa,” ujar Rahida.
Meski jalanan berlumpur, hujan deras, atau rindu kepada sang Suami dan Keluarga, Baida Rani memilih untuk tetap bertahan. Baginya, menjadi guru bukan hanya profesi, tetapi panggilan jiwa.
“Saya percaya, pendidikan adalah kunci perubahan. Jika kita mau bergerak dan mengajar dari hati, maka perubahan itu akan nyata, meski dimulai dari pelosok terpencil,” pungkasnya.
Semangat Baida Rani adalah potret dari ribuan guru muda di seluruh pelosok negeri yang rela meninggalkan kenyamanan demi mencerdaskan anak bangsa.
Di balik keterbatasan, mereka hadir membawa harapan. Di tengah heningnya hutan dan jalanan rusak, suara mereka menggema: “Kami ada untuk mengabdi.” (kha)