Bahas Konflik Warga Desa Rantau Kasih dengan PT NWR, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Riau Hadiri Rapat DLHK Riau
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Riau Robin P Hutagalung, menghadiri rapat ekspos hasil verifikasi tim Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, tentang penyelesaian konflik teritorial PT Nusa Wana Raya dan PT Nusantara Sentosa Raya dengan masyarakat Desa Rantau Kasih, Rabu (3/11/2021).
WARTASULUH.COM, PEKANBARU - Ketua Komisi II DPRD Provinsi Riau Robin P Hutagalung, menghadiri rapat ekspos hasil verifikasi tim Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, tentang penyelesaian konflik teritorial PT Nusa Wana Raya dan PT Nusantara Sentosa Raya dengan masyarakat Desa Rantau Kasih, Rabu (3/11/2021).
Rapat yang digelar di Aula DLHK Provinsi Riau itu dihadiri Kepala DLHK Provinsi Riau Ma’mun Murod, Direktur dan Pimpinan PT Nusa Wana Raya (NWR) dan PT Nusantara Sentosa Raya, perwakilan LAM Riau, serta tokoh masyarakat Desa Rantau Kasih.
Dalam pemaparannya, tim DLHK Provinsi Riau masih terus melakukan inventarisasi, klarifikasi dan identifikasi kegiatan perkebunan di kawasan hutan.
Selain itu, tim DLHK Provinsi Riau juga masih melakukan pengambilan data-data siapa yang melakukan kegiatan perkebunan di desa tersebut dan sudah berapa lama mereka mengelola perkebunan tersebut.
Konflik di kawasan hutan tanaman industri (HTI) PT Nusa Wana Raya yang berada di Desa Rantau Kasih Kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar ini belum menemukan titik terang.
"Kita lihat hasil telaah tim dari pusat nanti seperti apa, karena semuanya masih berproses, keputusan nanti tetap dari Kementerian LHK," kata Direktur PT Nusa Wana Raya Muller Tampubolon.
Di akhir rapat, camat Kampar Kiri menyampaikan, Desa Rantau Kasih adalah hasil relokasi warga dari sekitar bantaran Sungai Kampar Kiri sejak tahun 2000.
Pemerintah Kabupaten Kampar memindahkan sekitar 180 kepala keluarga menjauhi bantaran sungai yang rawan banjir. Warga pun memulai kehidupan baru di kawasan relokasi tersebut yang berada dalam kawasan hutan produksi dan diberikan izin HTI kepada PT NWR.
Belakangan, tensi antara warga dan PT NWR justru memanas. Bahkan, puluhan emak-emak di sana terpaksa menginap di kebun mereka dengan tenda seadanya, karena khawatir kebun mereka akan dirusak oleh perusahaan. (adv)