BEM FH Unpad Nyatakan Siap Kawal Proses Amandemen

BEM FH Unpad Nyatakan Siap Kawal Proses Amandemen

WARTASULUH.COM, JAKARTA - Dengan mempertimbangkan realitas indeks demokrasi Indonesia yang kian terkoreksi dan menghindari ancaman executive heavy dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Badan Eksekutif mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung menyatakan siap mengawal jalannya proses amandemen UUD 1945.

"Kami meyakini bahwa, ancaman terhadap masa demokrasi dan akumulasi kekuasaan secara tidak proporsional dalam negara demokrasi konstitusi merupakan peristiwa kemunduran demokrasi dan kenegaraan yang ekstraordinary. Artinya, UUD yang hasil amandemen 19 tahun lalu Sudah tidak relevan dan penting untuk diperbaharui secara menyeluruh," ungkap Ketua BEM FH Unpad Dzubiyan Nur Rahman dalam sebuah sesi Focus discussion group (FDG) yang diselenggarakan BEM FH Unpad dan Dewan Perwakilan Daerah RI di Bandung pada Jumat (24/09/2021).

Hanya saja, kata Dzubiyan amandemen berpotensi akan membuka kotak pandora bagi kepentingan politik tertentu. Amandemen harus diarahkan pada ikhtiar konstitusional dalam membangun bangsa, dan mensejahterakan rakyat. Jika motifnya demikan, tentu akan dukung.

"Oleh karena itu, kami mengajak kepada semua BEM se Indonesia untuk tidak alergi terhadap wacana amandemen konstitusi dan turut memberikan masukan serta mengawal proses amandemen," tegasnya.

Dalam FDG yang mengangkat tema "setengah-setengah wacana amandemen UUD 1945 dan perluasan kewenangan DPD RI dalam sistem ketatanegaraan" ini juga dihadiri Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin yang menjadi keynote speaker. 

Dalam makalahnya yang berjudul "Konstitusi Kita", Sultan mengajak akademisi dan kampus untuk terlibat aktif dalam memberikan sumbangsih pemikiran kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat RI yang di dalamnya terdapat DPR dan DPD RI.

"DPD RI berkomitmen untuk melibatkan kampus untuk berkolaborasi dalam agenda konstitusional ini. Amandemen merupakan kebutuhan yang harus dilaksanakan secara inklusif dan by evidence," ujar mantan wakil Gubernur Bengkulu ini.

Menurutnya, saat ini sistem ketatanegaraan Indonesia cenderung executive heavy, problem yang dihindari saat orde baru. "Sehingga adalah penting bagi kita untuk mengkaji kembali beban kewenangan legislasi presiden. Saya kira di sanalah letak hulu ketimpangan demokrasi yang kita alami sekarang," sebut Sultan.

Adapun Prof Susi Dwi Harjanti, PhD. Ahli hukum tatanegara Unpad Yang hadir sebagai pembicara menyoroti tentang urgensi dan motif daripada wacana amandemen UUD 1945. 

"Sejauh yang kami lihat, tidak ada urgensi bagi bangsa ini untuk melakukan amandemen. Karena amandemen mensyaratkan adanya peristiwa bangsa yang ekstraordinary. Meskipun harus kita akui telah terjadi kemunduran demokrasi di Indonesia saat ini," tegas Prof Susi.

Lebih jauh Prof Susi mendorong DPD RI secara kelembagaan melakukan pembenahan internal, agar keberadaannya lebih bisa dirasakan oleh masyarakat. 

Sementara Firman Manan MA, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unpad yang menjadi salah satu pembicara yang menyoroti wacana amandemen UUD dari sudut pandang politik. Diw menyarankan agar DPD RI berperan aktif dalam proses rekruitmen calon kepemimpinan nasional. (Rls)