Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka Turun Tangan Terkait Konflik IRT dengan Mafia Tanah Dumai : Inong Tak Sendiri, Ada Oneng

WARTASULUH.COM, DUMAI - Konflik ibu rumah tangga (IRT) warga Kota Dumai, Riau, Inong Fitriani (57) dengan pengusaha yang diduga mafia tanah memantik empati anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari. Support pun diberikan kepada Inong yang kini sudah ditahan di Rutan Kelas II, Bumi Ayu Dumai.
"Ibu Inong jangan khawatir. Ibu tidak sendiri, ada Buk Oneng yang InsyaAllah siap mengawal permasalahan ibu," kata politisi PDIP yang akrab disapa Oneng tersebut.
Pernyataan itu dikutip dari akun tik tok milik Rieke Diah Pitaloka ya g diposting, Senin (12/5/2025). Dalam konten milik artis sinetron Bajai Baijuri yang melambungkan namanya tersebut, Rieke Diah Pitaloka melakuka Video call dengan anak Inong bernama Rahmat untuk konfirmasi kronologis penahanan Inong yang diduga tidak prosedural.
Mengusung tagar "Viral for justice", Si Oneng mengaku prihatin atas masalah yang menimpa Inong. Inong dipenjara dan dijebloskan ke rumah tahanan tanpa terlebih dahulu ada persidangan di Kejaksaan.
Dari percakapan Rieke Diah Pitaloka dengan Rahmat, disampaikan sang anak bahwa ibunya dilaporkan ke polisi dituduh menguasai tanah dan memegang sertifikat yang diduga palsu oleh pengusaha yang diduga mafia tanah berinisial TS. Padahal tanah yang di atas ada bangunan rumah itu adalah warisan dari orang tua Inong yang sudah ditempati 50-an tahun.
Atas laporan tersebut, ibunya sudah dipanggil sekitar 10 kali untuk diambil keterangan. Dari pemanggilan polisi itu, belum terbukti adanya dugaan penipuan sebagaimana yang dituduhkan.
Selanjutnya pada 30 April 2025, polisi mendatangi kediamannya untuk mengantarkan surat panggilan untuk melengkapi keterangan. "Pada 3 Mei 2025, ibu saya memenuhi panggilan untuk diperiksa. Pemeriksaan dimulai pukul 10.30 pagi dan berakhir pukul 10.00 malam. Tapi anehnya ibu saya langsung ditahan dan dijebloskan di penjara Polres Kota Dumai.
Kata polisi surat-surat mama palsu. Waktu itu polisi minta surat kami untuk diforensik. Mama mau. Tapi mama Minta syarat. Dimana surat itu diforensik mama ikut," beber Rahmat dengan suara lirih menahan tangis.
Tak sampai di situ, diungkapkan Rahmat dua hari kemudian ibunya dipindahkan ke Rutan Kelas II Dumai, Bumi Ayu. Kepada Rieke, Rahmat minta wakil rakyat yang sudah tiga periode duduk di senayan itu membantu polemik yang dihadapi ibundanya.
Menanggapi polemik tersebut, Rieke mengaku heran atas ditahannya Inong di Rutan Dumai. "Belum pernah disidang tapi sudah ditahan saja di Rutan," katanya heran.
Kepada Rahmat Rieke pun memastikan surat-surat tanah yang masih disimpan keluarga Inong untuk dijaga dan disimpan di tempat yang aman. "Simpan surat itu baik-baik di tempat yang aman. Nanti kita uji forensik sama-sama," kata Rieke yang sebelumnya juga pernah memperjuangkan ganti rugi pembayaran tanah milik almarhum Mat Solar aktor Bajai Bajuri sahabatnya.
Rieke minta DPRD Kota Dumai dan DPRD Riau minta membantu Inong untuk mendapatkan keadilan. Aku tidak janji, tapi mari kita berjuang bersama," tutur Rieke
Rieke juga minta pimpinan dan anggota Komisi III dan II DPR RI untuk mengawal ini. "Minta support nya. Tak ada yg tak bisa kita lakukan kalau itu demi kebaikan dan keadilan. Mafia tanah sikat sikat, salam sopan Indonesia," seru Rieke.
Di sisi lain, Ketua DPRD Dumai Agus Miswandi memberikan atensinya atas masalah yang menimpa Inong Fitriani yang berperkara dengan pengusaha, Toton Sumali terkait kepemilikan lahan kurang lebih seluas 1200 meter. Pihaknya menegaskan siap menjadi penjamin untuk penangguhan penahanan Inong.
Pihaknya akan berupaya mengajukan penangguhan penahanan dan siap menjadi penjamin." Tadi saya sudah menghubungi Pak Kapolres, dan beliau menyampaikan perkaranya sudah di Kejaksaan. Saya berharap bisa dilakukan penangguhan penahanan. Saya tadi juga sudah menghubungi pihak Kejaksaan. Saya sampaikan saya siap menjadi penjamin Buk Inong. Saya tidak mengintervensi hukum, ini lebih pada masalah kemanusiaan," tegas Agus Miswandi dikutip portal KupasBerita.Com, Selasa (12/05/25).
Disampaikan Agus Miswandi, pihaknya sudah menghubungi dan meminta bantuan pengacara untuk segera berkomunikasi dengan pihak keluarga Inong serta mempersiapkan berkas yang dibutuhkan untuk penangguhan penahanan." Saya lagi mendampingi jamaah haji di Batam, dan pulang ke Dumai hari Kamis. Tadi saya sudah minta bantuan kepada orang hukum agar segera menemui pihak keluarga Ibu Inong dan menyiapkan berkas yang dibutuhkan. Untuk penangguhan ini, saya siap jadi penjamin," ujar Agus Miswandi.
Penahanan dan penetapan Inong Fitriani, seorang ibu rumah tangga, sebagai tersangka dugaan pemalsuan surat tanah oleh Polres Dumai, saat ini viral di sejumlah platform media sosial dan menuai sorotan tajam dari publik.
Pihak Polres Dumai menjeratnya dengan dugaan kasus pemalsuan surat tanah yang sudah dikuasai keluarga Inong sejak tahun 1961. Sementara Toton Sumali mengklaim sebagai pemilik berdasarkan surat terbitan tahun
Tanah seluas 1.200 meter persegi yang dipermasalahkan ini telah dikuasai keluarga Inong sejak 1961.Mereka memiliki dokumen warisan dan sebagai tanda kepemilikan dan penguasaan. Namun, seorang pengusaha lokal tiba-tiba mengklaim tanah tersebut bermodal sertifikat hak milik terbitan tahun 2000.
" Kami ini bukan pendatang. Kami sudah puluhan tahun di tanah ini. Lalu tiba-tiba ada orang datang dengan sertifikat baru. Kami tanya: kapan kami menjual? Siapa yang menjual? Tidak ada yang bisa jawab,” tegas Rahmad, anak kandung Inong.
Keluarga Inong kini menggantungkan harapan kepada Kejaksaan Negeri Dumai untuk meninjau kembali kasus ini. Mereka menolak disebut sebagai pemalsu atas tanah yang telah mereka rawat selama lebih dari 60 tahun." Kami hanya mempertahankan hak kami. Kami bukan penjahat. Kalau hukum tidak bisa melindungi rakyat kecil, maka hukum itu gagal menunaikan tugasnya,” tandas Rahmad.
Pakar hukum agraria Universitas Riau, Dr. Herman Siregar, SH, MH, menilai langkah penetapan tersangka dalam kasus ini prematur dan berpotensi menyalahi prinsip keadilan." Ini bukan kasus pemalsuan yang bisa langsung dipidanakan. Ini konflik kepemilikan yang harus diuji dulu lewat jalur perdata. Kalau polisi langsung menetapkan tersangka, itu artinya memvonis sepihak tanpa pengadilan,” tegas Dr. Herman.
Ia menambahkan, penegakan hukum tidak boleh terjebak pada kekuatan modal atau akses pelapor. “Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Polisi harus independen, objektif, dan mendalami riwayat tanah ini secara menyeluruh,” katanya.
Sengketa kepemilikan tanah harus diuji keabsahannya di pengadilan perdata sebelum berlanjut ke ranah pidana. Aparat penegak hukum wajib melibatkan ahli agraria dan mendalami sejarah kepemilikan. Proses hukum harus menjamin hak jawab dan transparansi, terutama bagi pihak yang secara ekonomi lebih lemah. (Ldo)