Rupiah Melemah, Tembus Rp 15.000 Per Dollar AS, Ini Penyebabnya

Rupiah Melemah, Tembus Rp 15.000 Per Dollar AS, Ini Penyebabnya

WARTASULUY.COM, PEKANBARU - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tengah berada dalam tren pelemahan selama beberapa waktu terakhir. Bahkan, pada sesi perdagangan Rabu (6/7/2022), kurs rupiah menyentuh Rp 15.000 per dollar AS.

Mengacu kepada data Bloomberg pada pukul 13.00 WIB, rupiah diperdagangkan di level Rp 15.020 di pasar spot. Nilai tersebut menurun 0,18 persen dari level penutupan perdagangan sebelumnya, sebesar Rp 14.993,5 per dollar AS.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih disebabkan oleh kekhawatiran investor akan adanya resesi di berbagai negara. Kekhawatiran ini kemudian menjadi sentimen risk-off bagi para investor.

"Kekhawatiran resesi juga mempengaruhi mata uang negara berkembang dan Asia, mendorong mata uang Asia termasuk rupiah melemah terhadap dollar AS," ujarnya, Rabu (6/7/2022).

Dengan adanya bayang-bayang resesi di berbagai negara, investor memilih untuk mengalihkan dananya ke instrumen safe haven. Peningkatan permintaan tersebut pun terlihat dari tingginya permintaan obligasi Amerika Serikat (AS).

"Yield US Treasury turun 7 basis points menjadi 2,81 persen," kata Josua.

Sementara itu, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengungkapkan, tren pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan oleh sentimen negatif baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri.

Kondisi perekonomian global yang semakin tidak menentu menjadi sentimen negatif utama yang berasal dari luar negeri. Sejumlah negara, seperti Italia, bahkan telah mengumumkan kondisi darurat terhadap perekonomiannya.

Pada saat bersamaan, normalisasi kebijakan moneter melalui peningkatan suku bunga acuan yang agresif masih dilakukan oleh sejumlah bank sentral, tidak terkecuali The Federal Reserve (The Fed).

"Ada kemungknina besar di bulan Juli ini, bank sentral AS akan menaikan suku bunga acuan 75 basis poin," kata Ibrahim.

Sementara itu dari sisi internal, realisasi inflasi masih menjadi sorotan utama investor. Sebagaimana diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada Juni kemarin terjadi inflasi sebesar 4,35 persen secara tahunan, tertinggi dalam lima tahun terakhir.

"Ini tidak sesuai dengan ekspektasi. Ini mengindikasikan dampak dari kenaikan harga komoditas di global ini berdampak ke Indonesia," ujar Ibrahim.

Namun demikian, Ibrahim menilai kondisi fundamental rupiah saat ini masih relatif baik. Bank Indonesia (BI) disebut telah mengambil keputusan yang tepat dengan mempertahankan suku bunga acuannya. "Kekuatan fundamental perekonomian kita masih bagus," ucap dia.