Satgas PPKS Universitas Riau Dibentuk, 50 Persen Unsur Mahasiswa

Satgas PPKS Universitas Riau Dibentuk, 50 Persen Unsur Mahasiswa

WARTASULUH.COM, PEKANBARU - Satuan Tugas (Satgas) Adhoc Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Riau (Unri) resmi terbentuk. SK pembentukan sudah ditandatangani Rektor Unri, Rabu (15/12/2021). 

Lebih dari setengah komposisi satgas yang akan bertugas dalam satu tahun ke depan ini merupakan unsur mahasiswa. Selain itu, representasi kaum perempuan juga dominan. Termasuk Ketua Satgas Sri Endang, Dosen Fekon Unri. 

Lima dari tujuh orang di dalam tim satgas merupakan perempuan. Sementara dua lelaki dalam satgas ini adalah mantan Dekan Fakultas Hukum Unri Dody Haryono yang duduk di Bidang Sanksi dan Presiden Mahasiswa (Presma) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unri Kaharuddin yang duduk di bidang perlindungan

Selain itu, dalam satgas ini ada nama Evi Nadhifah, dosen FKIP Unri yang memegang posisi Sekretaris Satgas. Nama lainnya, ada tiga mahasiswi yakni Ayu, Fitri dan Mella yang duduk sebagai anggota Satgas PPKS tersebut. 

Tim Satgas Adhoc ini akan menjalankan tugasnya untuk menyelesaikan kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan mahasiswi LM dan Dekan FISIP Unri SH. Saat ini kasus tersebut juga sedang berjalan penanganan hukumnya di Polda Riau dengan SH sudah ditetapkan sebagai tersangka.

 Endang saat dihubungi lewat telpon selulernya pada Jumat (17/12/2021) siang ini membenarkan, bahwa dirinya ditunjuk sebagai Ketua Tim Satgas. Dirinya pertama kali menerima informasi penunjukan pada hari SK itu ditandatangani Rektor Unri. Sementara SK baru diterimanya pada Kamis (16/12).

"Saya terima SK kemarin dan kami sudah melakukan rapat, masih rapat koordinasi awal. Agenda terdekat ini, sesuai tugas yang diberikan akan membahas hasil kerja dari TPF (Tim Pencari Fakta, red) dulu," sebut Endang seperti dilansir dari riaupos.co. 

Sebelumnya, seluruh kampus negeri dan swasta, diminta segera membentuk satgas PPKS paling lambat Juli 2022.

Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menargetkan 30 persen Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sudah memiliki satgas pada Februari 2022. Lalu pada Maret-Juni mencapai 60 persen hingga Juli 2022, 100 persen PTN sudah memiliki satgas PPKS.

Ia mengatakan, khusus Perguruan Tinggi Swasta atau PTS, juga diharapkan hal yang sama.

"Sedangkan untuk Perguruan Tinggi Swasta kita mengharapkan hal yang sama, Februari 30 persen sudah membuat satgas, dan akhir Juli sampai 100 persen," terang dia dalam tayangan Merdeka Belajar episode 14 Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, beberapa waktu lalu. 

Untuk Perguruan Tinggi Swasta, pembentukan satgas bisa dilakukan di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) masing-masing wilayah. Mengapa satgas untuk PTS dilakukan di LLDikti, Nadiem menjelaskan hal Ini untuk mengatasi masalah sumber daya di PTS.

“Kami mengerti PTS memiliki keterbatasan sumber daya. Namun, kami tetap berharap PTS membentuk sendiri, dan perguruan tinggi yang di bawah yayasan, terpadu, bisa membentuk satu satgas di tingkat yayasan,” imbuhnya.

Nadiem menerangkan tujuan satgas untuk melakukan investigasi kekerasan seksual di dalam kampus. Menurutnya, penting bagi perguruan tinggi melindungi mahasiswa, dosen, dan segenap sivitas akademika dari kekerasan seksual.

"Kalau tidak ada sanksi, tidak mungkin jera dan kita tidak mungkin itu artinya perguruan tinggi tidak mementingkan untuk memprioritaskan keamanan mahasiswa dan dosen dalam kampus, jadi luar biasa pentingnya untuk melihat sanksi," katanya.

Dia mengapresiasi perguruan tinggi yang berupaya untuk transparan dalam menyelesaikan kasus kekerasan seksual dengan transparan. Sebab mayoritas kasus kekerasan seksual di kampus justru tidak dilaporkan dan sulit ditangani.

"Kita akan memberikan cap jempol kepada kampus-kampus yang terbuka, yang menuntaskan investigasi mereka, bukan yang menutup-nutupi. Ini adalah paradigma baru kita sekarang," jelasnya.

Nadiem mengungkapkan, ada survei internal dan eksternal di 79 kampus dari 26 kota telah terjadi kasus kekerasan seksual. Ini belum survei lain yang telah dilakukan Komnas Perempuan yang menyebut, kekerasan di tingkat perguruan tinggi memiliki aduan yang cukup banyak.

Apalagi, saat dilakukan survei kepada dosen, 77 persen responden menyebut ada kekerasan seksual yang terjadi di dalam kampus. 60 persen survei, menyebut tidak pernah melaporkan kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Bagi korban, jika ingin melapor kepada satgas telah diatur pada pasal 39.Pada ayat 1, pelaporan Kekerasan Seksual dilakukan oleh Korban dan/atau saksi pelapor. (Sri)

Editor : Lestari