Komisi I DPRD Riau Bak Air Mata Menjadi Mata Air, Tempat Curhat

WARTASULUH.COM, PEKANBARU - Komisi I yang membidangi pemerintahan dan hukum mengibaratkan diri sebagai komisi 'air mata'. Air mata yang bermakna khiasan, komisi yang diketuai Nur Azmi Hasyim ini menjadi tempat curahan hati atau curhat masyarakat.
"Banyak air mata di komisi kami ini. Masyarakat, organisasi baik guru, atau kelompok-kelompok lain mengadukan nasibnya ke kami. Mulai dari minta perlindungan hukum maupun menyampaikan aspirasi-aspirasi lainnya berkaitan hukum dan pemerintahan," ujar Sekretaris Komisi I DPRD Riau, HM Amal Fathullah saat dikonfirmasi usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan belasan wartawan yang sehari-hari posko di gedung DPRD Riau, Selasa (30/9/2025).
Komisi I DPRD Riau menerima curhatan pegawai gagal PPPK
Dikatakan Amal, ada dua makna dari khiasan air mata tersebut. Sebagai komisi yang membidangi pemerintahan dan hukum, bisa dianggap sebagai "komisi kering" dengan minim anggaran. "Memang betul, tidak ada anggaran di Komisi I. Karena hubungan mitranya Kepala Biro dan Hukum. Tetapi kalau kita pandang maknanya tempat pengaduan memang betul," ucapnya.
Politisi PKS dari dapil Kampar ini menceritakan, beberapa saat ada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang tidak lulus. Mereka berkeluh kesah bercucuran air mata.
Meski begitu kata Amal Fathullah, pada prinsipnya mudah-mudahan tidak hanya sekedar air mata melainkan kalau dibalik, menjadi mata air. Artinya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat, pelepas dahaga di tengah kekeringan.
Sementara saat ditanya komitmennya terhadap aduan-aduan tersebut, pihaknya tetap akan memposisikan sebagai wakil rakyat yang tetap berjuang mengaspirasikan hak-hak masyarakat.
Komisi I DPRD Riau bak komisi air mata ternyata tidak hanya sekadar khiasan belaka. Arma Yulis, tenaga honorer di Dinas Pangan dan Ketahanan Pangan Holtikultura memang benar-benar menjadikan komisi ini sebagai medianya untuk menyampaikan kegundahan hatinya.
Sebagai honorer yang gagal diangkat jadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) karena dianggap Tidak Memenuhi Syarat (TMS), Arma Yulis mengadukan nasibnya yang dinilai tidak seberuntung kawan-kawannya.
"Saya sudah jadi CS (cleaning service) selama 18 tahun. Tapi mengapa tidak lolos di PPPK. Padahal aturannya minimal mengabdi lima tahun bisa langsung diangkat jadi PPPK. Rasanya ini tidak adil," lirihnya dengan suara yang tersekat.
Dengan mata berkaca-kaca, perempuan lulusan SMP ini berharap wakil-wakil rakyat di Komisi I bisa memperjuangkan mimpinya menjadi PPPK. "Kalau tidak bisa menjadi PPPK penuh waktu, jadi PPPK paruh waktu saya juga sudah bersyukur sekali," ungkapnya. (Rik)